KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dalam makalah ini penulis
merangkum tentang Etika profesi sebagai
ahli gizi. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini penulis
memiliki banyak keterbatasan ,sehingga jika pembaca menemukan kekurangan atau
kekeliruan dengan hati terbuka penulis menerima salam dan kritik yang
membangun.
Akhirnya
,penulis ucapkan selamat membaca,semoga kita dapat memanfaatkan makalah ini bersama-sama,dengan
dasar yang baik untuk mengimplementasikannya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Bengkulu, September 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Memasuki
era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai aspek,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu
bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena
secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara. Untuk
itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status
gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam keluarga maupun pelayanan
gizi pada individu yang karena suatu hal mereka harus tinggal di suatu
institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit (Depkes RI, 2005).
Kerja
merupakan kekhasan bagi manusia. Melalui kerja manusia mengekspresikan dirinya,
sehingga melalui kerja orang bisa lebih dikenal siapa dia sebenarnya. Oleh
karena itu, kerja bagi kita bukan hanya sekedar untuk mendapat upah atau gaji,
jabatan atau kekuasaan, dan berbagai maksud-maksud lainnya. Dalam dan melalui
kerja manusia mengungkapkan dirinya lebih otentik sebagai manusia yang
disiplin, bertanggung jawab, jujur, tekun, pantang menyerah, punya visi, dan
sebagainya; atau sebaliknya, tidak disiplin, tidak bisa dipercaya, tidak dapat
diandalkan, tidak bertanggung jawab, dan sebagainya. Dunia kerja merupakan
sarana bagi perwujudan dan sekaligus pelatihan diri untuk menjadi semakin baik.
Untuk
lebih mendalami mengenai dunia kerja, perlu lebih mendalami topik-topik yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas diri pribadi sebagai seorang pekerja
maupun sebagai sebagai seorang profesional. Terutama lebih ditekankan untuk
menghayati prinsip-prinsip ethos kerja, menggunakan atau mengelola waku dengan
baik dan efisien, melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok sebagai karyawan
maupun majikan, menghayati budaya organisasi atau perusahaan, meningkatkan mutu
pelayanan di tempat kerja, dan meningkatkan profesionalitas kerja sebagai
jawaban atas berbagai perubahan yang ada di masyarakat, yang telah membawa
dampak pada tingginya tuntutan dalam dunia kerja atau profesi.
Gizi
sebagai modal dasar dan investasi, berperan penting memutus ‘lingkaran setan ‘ kemiskinan dan kurang
gizi, sebagai upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Beberapa
da,apk buruk kurang gizi : Rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan
sekolah, dan kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi. Upaya
peningkaan SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1), yang menyatakan bahwa
setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan kesehatan adalah salah
satu hak asasi manusia (Bappenas, 2011).
Rumah
sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting dalam
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahanpenyakit. Pelayanan gizi di
rumah sakit merupakan bagian integral dari upaya penyembuhan penyakit pasien.
Mutu pelayanan gizi yang baik akan mempengaruhi indikator mutu pelayanan rumah
sakit, yaitu meningkatkan kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat inap,
serta menurunkan biaya (Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, 2007).
1.2
Tujuan
1. Menghasilkan
lulusan yang menguasai dasar-dasar ilmiah, substansi dan ketrampilan dalam
bidang gizi sehingga mampu mengidentifikasi, memahami, menjelaskan dan
merumuskan cara penyelesaian masalah gizi serta memiliki jiwa
entrepreneurship/technopreneurship
2. Menghasilkan
lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di pasar kerja yang terkait
dengan bidang gizi.
3. Menghasilkan
lulusan yang mampu bersikap dan berperilaku secara profesional dalam berkarya
di bidang gizi maupun dalam kehidupan bersama di masyarakat.
4. Mengembangkan
dan menghasilkan penelitian-penelitian inovatif sehingga menghasilkan
temuan-temuan strategis
5. Menerapkan
IPTEKS dan ketrampilan di bidang gizi dalam kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian serta layanan kepada
masyarakat
6. Mengembangkan
dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berkompeten untuk mengatasi
permasalahan di bidang gizi dalam rangka pembangunan nasional
1.3 Sasaran yang akan dicapai
1.
Menyediakankontribusi secara spesifik untukmemenuhi kebutuhan sumberdaya
manusia berkualitas khususnya dalam pengembangan IPTEKS yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat sehingga dapatmeningkatkan daya saing bangsa.
2.
Membangun dan meningkatkan kapasitas program ilmu gizi sebagai
upayameningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan IPTEKS bidang gizi yang
berbasis kearifan lokal dan berkelanjutan untuk ikut memecahkan
permasalahan gizi di masyarakat baik pada tingkat lokal, nasional, dan
internasional
3.
Menyediakan layanan kualitas yang akuntabel dan aksesibel dalam memenuhi
kebutuhan civitas akademika dan masyarakat
4.
Membangun dan meningkatkan kapasitas kerjasama dan kepekaan sosial dalam
mensinergikan potensi sumberdaya di program, antar program,
fakultas dengan potensi masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan
internasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Etika
Dalam
pergaulan hidup bermasyrakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional diperlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata karma, protokoler dan
lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya.
Etika
Berasal dari bahasa Yunani Ethos, Yang berarti norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Etika
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
Menurut
Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act
as the performance index or reference for our control system". Etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control", karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial
(profesi) itu sendiri.
Drs.O.P
SIMORANGKIR menjelaskan etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Dan Drs. Sidi Gajalba dalam
sistematika filsafat, etika adalah Teori tentang tingkah laku perbuatan manusia
dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Satu lagi pengertian Etika menurut Drs.H. Burhanudin Salam adalah Cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku
manusia dalam hidupnya.
Etika
dibedakan menjadi :
a.
Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjdai pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
b.
Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus.
c. Etika
individual Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
diri sendiri.
d. Etika
social mengenai kewajiban sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
masyarakat. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
perseorangan dan langsung atau bersama-sama dalam bentuk kelembagaan, sikap
kritis terhadap dunia dan ideologi, dan tanggung jawab manusia terhadap
lainnya.
2.2
Profesi
Istilah
profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi
perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidangbidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidangbidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.
2.3
Kode etik
Kode
yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksudmaksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu
berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat
berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode
Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau
tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa
kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan
anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional
suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai
professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada
masyarakat. Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas
etis.(Chung, 1981 )mengemukakan empat asas etis, yaitu :
1. Menghargai
harkat dan martabat
2. Peduli dan bertanggung jawab
3. Integritas dalam hubungan
4. Tanggung
jawab terhadap masyarakat
Ahli Gizi yang
melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi, pengembangan ilmu
dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi dalam menjalankan
profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah
dan nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik
profesinya.
A. Kewajiban Umum
1. Meningkatkan
keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat
2. Menjunjung
tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi
luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3. Menjalankan
profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4. Menjalankan
profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5. Menjalankan
profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan dalam menginterpretasikan
informasi hendaknya objektif tanpa membedakan individu dan
dapat menunjukkan sumber rujukan yang benar.
6. Mengenal
dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan pihak lain
atau membuat rujukan bila diperlukan.
7. Melakukan
profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban
senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenarnya.
8. Berkerjasama
dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya
berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
B.
Kode etik ahli gizi
Standar
Profesi Nutrisionis adalah suatu pekerjaan dibidang gizi yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan berjenjang, memiliki kode etik, dan bersifat
melayani masyarakat.
Etika
Profesi terdiri dari dua kata yaitu etika yang berarti usaha untuk mengerti
tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah laku manusia, dan kata
profesi yang berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan) tertentu.
Ahli
Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi, pengembangan ilmu dan teknologi
gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya harus
senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan
terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi
Indonesia serta etika profesinya.
Dalam
menerapkan kode etik, ahli gizi wajib melakukannya sesuai kewajiaban Yang Meliputi
Kewajiban Umum, Kewajiban Terhadap Klien, Kewajiban Terhadap Masyarakat,
Kewajiban Terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja, Kewajiban Terhadap Profesi
dan diri Sendiri.
Kode
etik Ahli Gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab
terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya. Kode etik ini
berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini oleh sidang tertinggi
profesi sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga profesi gizi.
B. Kewajiban Terhadap Klien
1.
Memelihara dan meningkatkan status gizi
klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat
umum.
2.
Menjaga kerahasiaan klien
atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau
sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal
dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum.
3.
Menjalankan profesinya senantiasa
menghormati dan menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani
dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi
dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan
tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4.
Memberikan pelayanan gizi
prima, cepat, dan akurat.
5.
Memberikan informasi kepada klien
dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti dan
mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.
6.
Apabila mengalami keraguan dalam
memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk
kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.
C. Kewajiban Terhadap Masyarakat
1. Melindungi
masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan pelayanan, informasi yang
salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk
makanan dan terapi gizi/diet.
2. Memberikan pelayanannya
sesuai dengan informasi faktual, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
3. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan
gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat.
4. Peka
terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan
meningkatkan status gizi masyarakat.
5. Memberi
contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang
sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
6. Dalam
bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi berkewajiban
hendaknya senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif,
dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh demi tercapainya status gizi dan
kesehatan optimal di masyarakat.
7. Mempromosikan
atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa tidak
dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau
menyesatkan masyarakat
D. Kewajiban
Terhadap Teman Seprofesi Dan Mitra Kerja
1. Melakukan
promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat secara
optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai
disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2. Memelihara
hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua organisasi atau
disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya meningkatkan status
gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3. Menyebarluaskan
ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama profesi dan mitra
kerja.
E. Kewajiban Terhadap Profesi Dan Diri Sendiri
1. Mentaati,
melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh
profesi.
2. Memajukan
dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam
menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini
serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3. Menunjukan
sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan pendapat
serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat
orang lain yang benar.
4. Menjalankan
profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan
pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai dengan
jasanya, meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli
gizi diperkerjakan).
5. Tidak
melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain untuk
melawan hukum.
6. Memelihara
kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan baik.
7. Melayani
masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan atau kebesaran
seseorang.
8. Selalu
menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi.
2.4
Standar Kompetensi dan Peran Ahli Gizi
Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang
ada saat ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai
wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Secara umum tujuan disusunnya
standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan pengembangan profesi
Ahli Gizi di Indonesia sehingga dapat mencegah tumpang tindih kewenangan
berbagai profesi yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus
adalah sebagai acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga
dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu
maupun kelompok serta mencegah timbulnya malpraktek gizi (Persagi,
2010).
2.4.1 Peran Ahli Gizi
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni sebagai
dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah, 2010).
1.
Dietisien adalah seseorang yang
memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang bekerja untuk menerapkan
prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada individu atau kelompok, merencanakan
menu, dan diet khusus, serta mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan
(Kamus Gizi, 2010).
2.
Konselor gizi adalah ahli gizi yang
bekerja untuk membantu orang lain (klien) mengenali, mengatasi masalah gizi
yang dihadapi, dan mendorong klien untuk mencari dan memilih cara pemecahan
masalah gizi secara mudah sehingga dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif
dan efisien. Konseling biasanya dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua
arah antara konselor dan klien yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang
sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap
makanan (Magdalena, 2010).
3.
Penyuluh gizi, yakni seseorang yang
memberikan penyuluhan gizi yang merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan,
memilih, dan mengolah bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga
meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian
besarnya dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah), walaupun
sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya yang dapat digunakan. Berbeda
dengan konseling yang komunikasinya dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi
disampaikan lebih umum dan biasanya dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu
hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah
mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan
manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat
dipisahkan.
Selain ketiga
peran yang telah dijelaskan diatas, peran ahli gizi juga dapat dikaji pada
rincian di bawah ini :
1.
Ahli Gizi
a.
Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b.
Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
c.
Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d.
Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal
e.
Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f.
Pelaksana penelitian gizi
g.
Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h.
Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i.
Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
2.
Ahli Madya Gizi
a.
Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b.
Pelaksana pelayanan gizi masyarakat
c.
Penyelia sistem penyelenggaraan makanan Institusi/massal
d.
Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
e.
Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
f.
Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
(Persagi,
2010).
Namun,
bila dibandingkan dengan kondisi di lahan, peran Ahli gizi belum berjalan
secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh :
1. Kurangnya
jumlah tenaga ahli gizi di rumah sakit sehingga belum dapat mencakup semua
ruang rawat inap dan masih merangkap tugas yang lain.
2. Belum
terbentuknya tim asuhan gizi yang solid, sehingga praktek kolaborasi antara
ahli gizi dan profesi yang lain belum berjalan secara maksimal.
3. Tidak
adanya nutritional assessment tools di ruangan, seperti microtoa, knee-height
caliper, pita LILA. Alat yang dipakai selama ini kebanyakan hanya medline dan
timbangan berat badan.
4. Kurangnya
kunjungan ahli gizi ke ruang rawat inap yang menjadi tanggung-jawabnya sehingga
memungkinkan pasien tidak mengenali ahli gizi rumah sakit.
5. Belum
dilakukannya skrining gizi secara menyeluruh terhadap pasien, sehingga
memungkinkan pasien yang berisiko malnutrisi tidak terdeteksi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan
diri dalam upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan,
kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi,
pendidikan gizi, pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu
terkait. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang
dilandasi oleh falsafah dan nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli
Gizi Indonesia serta etik profesinya. (Persagi, 2010)
Peran
ahli gizi juga dapat dikaji pada rincian di bawah ini :
1. Ahli Gizi
a. Pelaku
tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b. Pengelola pelayanan gizi
di masyarakat
c. Pengelola
tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d. Pengelola sistem
penyelenggaraan makanan institusi/masal
e.
Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f. Pelaksana penelitian
gizi
g. Pelaku pemasaran produk
gizi dan kegiatan wirausaha
h. Berpartisipasi bersama tim
kesehatan dan tim lintas sektoral
i. Pelaku praktek kegizian
yang bekerja secara profesional dan etis
2. Ahli Madya Gizi
a. Pelaku
tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b. Pelaksana pelayanan gizi
masyarakat
c. Penyelia sistem penyelenggaraan
makanan Institusi/massal
d. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan
gizi
e. Pelaku pemasaran produk gizi dan
kegiatan wirausaha
f. Pelaku praktek kegizian
yang bekerja secara profesional dan etis
(Persagi, 2010)
3.2
Saran
Saran penulis kepada yang membaca agar makalah ini bermanfaat
untuk kedepannya, sebagai tambahan literatur kita dalam bacaan. Dan kepada ahli
gizi agar menjalankan profesi dan kode etik sebagai ahli gizi yang sudah ada
sejak dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
·
Aritonang,
Irianton. 2012. Penyelenggaraan makanan. Grafina
Mediacipta. Yogyakarta
·
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Edisi Revisi. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
·
.Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar.
2007. Pedoman
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
·
Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan
Konselor Gizi.